Rabu, 16 Oktober 2013

Di Balik Hujan (Part : 2)

        Kemacetan sebagai tanda suatu kota metropolitan memang sudah biasa terjadi. Di tambah pada jam-jam krusial seperti ini. Makan siang. Perut orang-orang yang bekerja di gedung-gedung tinggi pencakar langit itu pasti minta segera diisi. Dan disinilah sang pemuda itu berada, di tengah-tengah keramaian lalu lalang kendaraan. Untung saja mobilnya tidak semacam mobil Carry yang jika terkena cahaya matahari Jakarta penghuni di dalamnya bissa matang seketika. Dia bersyukur dengan adanya mobil hasil kerja kerasnya selama ini, tapi ia juga membenci mobil ini karena telah membuat kekasih hatinya sekarang tidak seperti dulu lagi.

          Kejadian itu sudah 4 bulan yang lalu, kondisi gadis mungilnya pun telah membaik dan sudah diperbolehkan pulang kerumahnya. Namun tetap saja, dengan kondisinya yang seperti itu, ia belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Pemuda itu melirik jam di tangannya, pukul 13.23. Jam makan siang kantor seharusnya sudah lewat. Ia menarik nafas panjang, hari ini jadwal gadis mungilnya cek up ke rumah sakit dan ia harus mengantarkannya. Bukan permintaan gadis itu pastinya, tapi bukankah ia harus ikut bertanggung jawab dengan apa yang sedang dialami gadis itu ?

          Ah.. pemuda itu sudah tidak sabar lagi terjebak di lingkaran setan ini. Dengan sigap ia membanting stir melewati jalan-jalan tikus andalannya jika terjebak macet seperti ini. 30 menit kemudian ia sampai di rumah bercat biru muda lengkap dengan taman kecil yang dipenuhi bunga melati di depannya. Gadisku sangat suka melati. ‘Apa dia masih munyakainya sekarang ?‘ terka nya dalam hati.


“Hai kamu sudah datang”
“Iya, maaf aku terlambat, biasa jalanan Jakarta tidak terlalu bersahabat pada jam-jam seperti ini”

          Tak ada jawaban, hanya seulas senyum manis menghiasi wajah gadis itu. Dengan segera ia mengambil tas yang telah ia siapkan di sofa ruang tamu dan memasuki mobil.

“Bagaimana keadaanmu hari ini ?”
“Masih seperti kemarin”
“Apa kamu sudah merasakan perubahan ?”
“Hmm.. aku tidak tahu, tapi aku mulai mengingat beberapa hal kecil di rumah. Seperti nama kucing ku si ‘embul’ , barang-barang koleksi ku dan bunga-bunga favorite ku”
“Syukurlah kalau begitu, kamu tidak perlu mencoba mengingat dengan keras. Nanti juga akan ada waktunya semua akan kembali normal”.

          Mata bulat gadis itu tetap terpaku melihat ke luar jendela. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Mulut kecilnya terlihat menggumamkan sesuatu yang tidak terdengar jelas. Mungkin dia sedang mencoba mengingat tempat-tempat yang sedang kami lewati. Atau mungkin dia sedang berdoa. Entahlah, yang pasti aku selalu suka saat melihatnya diam seperti itu.

“Hujan sepertinya akan turun”

Pemuda itu langsung melihat ke langit di sebelah kanan nya.

“Iya, seperti akan turun hujan. Apa kamu membawa jaket ?”
“Bawa”

“Bagus. Aku tidak mau kamu kedinginan”.



          Lalu gadis itu kembali dalam ritualnya. Setengah jam berjibaku dengan aspal, akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Hujan sudah mengguyur cukup deras waktu itu. Dengan sigap sang pemuda membuka payung untuk sang gadis dan mengantarnya masuk ke dalam ruang periksa. Lalu ia duduk menunggu. 


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | Free Website Templates