Minggu, 20 Oktober 2013

Di Balik Hujan (Part : 3)

           1 jam menunggu pemuda itu mulai merasa bosan, ia mulai jenuh dengan bau obat yang menyengat di sekitarnya. ‘sepertinya aku butuh segelas kopi’ pemuda itu menyeretkan kakinya menuju kantin rumah sakit yang berada di barat dan membeli segelas kopi dengan gelas sekali pakai. Aroma kopi panas di campur dengan suasana hujan adalah kombinasi yang tepat. Pemuda itu kembali ke ruang periksa untuk menghampiri gadisnya. Tetapi ia tidak menemukan gadis itu di ruang periksa.

          Dengan segera ia mencari gadisnya itu. Rumah sakit ini bukanlah rumah sakit yang besar, ia yakin gadisnya tidak akan jauh dari situ. Benar saja, pemuda itu menemukan gadisnya sedang di taman terguyur hujan.

“Hei.. sedang apa di situ ? cepat kembali ke dalam. Nanti kamu sakit”
“Bukankah aku memang sedang sakit ?”
“Kamu bicara apa. Ayo cepat masuk kedalam. Kita pulang”
“Sebentar, aku masih ingin di sini”

          Pemuda itu memandang heran gadisnya. Apa gadis mungilnya itu telah ingat kebiasaan lamanya ini ?

“Aku ingin bertanya satu hal padamu”
“Tanyakan saja”
“Apa yang telah kamu lakukan padaku ?”
“Maksudmu ?”
“saat terapi tadi aku mengingat sesuatu. Aku dan kamu sedang di satu mobil, lalu aku menjerit kencang. Apa yang kamu lakukan padaku ?”

          Hening. Suara hujan menjadi latar dalam keheningan yang di buat keduanya. Pemuda itu tidak bisa menjawab.

“Kenapa ?”
“Tidak aku hanya.. aku hanya sulit menceritakannya”
“Aku akan menunggumu cerita”
“Hmm.. oke aku mengaku aku salah. Aku yang menyebabkan kamu menjadi seperti ini. Maaf kan aku karena sejak awal tidak menceritakan kepadamu “
“Mengapa kamu tidak menceritakannya padaku ?”
“Mana mungkin aku bisa menceritakan kejadian itu kepadamu. Kamu tidak boleh dipaksa untuk mengingat apalagi diceritakan hal yang akan membuatmu terguncang.”
“Atau dengan kata lain kamu sengaja menutupi kejadian itu.”
“Percayalah, aku melakukan ini untuk melindungimu. Aku tidak ingin melukaimu lebih dalam lagi. Sudah cukup rasa menyesal yang selama 4 bulan ini menghantuiku. Aku tidak ingin membuat kamu membenciku”
“Aku tidak akan membencimu”
“Belum lebih tepatnya. Kamu boleh membenciku, aku mementingkan kesehatanmu dulu itu sebabnya aku tidak cerita tentang kejadian itu. Sekalipun nantinya, aku harus membayarnya dengan rasa bencimu dan rasa kehilangan sepanjang hidupku.

          Hujan kembali menjadi pengisi keheningan mereka berdua. Satpam berbaju putih hitam yang sedari tadi meneriaki mereka untuk masuk kedalam rumah sakit pun akhirnya menyerah. Membiarkan sepasang kekasih itu mengobrol di bawah hujan.

“Apa dulu kita sepasang kekasih ?” tanya gadis itu setelah diam cukup lama.
“Iya, dulu kita saling memliki satu sama lain. Dulu kita adalah pasangan paling bahagia di dunia. Aku hanya milik kamu dan kamu hanya milik aku”
“Benarkah dulu kita sebahagia itu ?”

          Pemuda itu mengambil tangan sang gadis dan menggenggamnya.

“Apa kamu tidak bisa merasakannya ? lenganku mungkin dapat putus, tetapi genggaman tanganku tak kan pernah lepas. Aku akan selalu ada untukmu. Dalam kondisi apapun. Aku siap berkorban apa saja untukmu.
“Apa kamu ingat, waktu dulu kita pernah pergi ke Bandung. Saat itu hujan turun deras. Aku memberhentikan mobil untuk membeli minuman hangat dan saat aku kembali kamu sudah tidak ada di mobil. Aku panik karena kamu tidak ada di sekitar tempat itu. Setelah hampir setengah jam mencarimu ternyata kamu sedang bermain dengan hujan di taman yang lumayan jauh dari tempat itu.
“Disaat itu aku berjanji pada diriku sendiri, aku tidak akan meninggalkan kamu sendiri. Dalam kondisi apapun. Aku akkan melindungi kamu sepenuhnya. Aku akan terus berada disisimu bahkan dalam kondisi mu yang seperti ini.”

“Apa ini cuma sebagai rasa bersalah kamu kepada ku saja ?”
“Gadisku yang manis, aku memang merasa bersalah dengan apa yang kamu alami sekarang. Tapi janji ku itu dibuat sebelum semua ini terjadi. Janji itu dibuat dengan kesadaran ku penuh. Karena aku sayang padamu.
“Sudah banyak kejadian yang kita lalui bersama, aku tidak akan semudah itu melepaskan kisah itu begitu saja. Apa tidak ada satupun yang bisa kamu ingat ? apa yang bisa aku lakukan agar kamu bisa mulai memunculkan memori itu lagi ?”

          Gadis mungil itu menjatuhkan dirinya di pelukan sang pemuda. Sang pemuda hanya diam, terkejut dengan reaksi gadis di pelukannya.

“Apa kamu sudah mengingatnya ?”
“Tidak, Aku tidak ingat. Bukankah kamu sendiri yang bilang aku tidak perlu mengingat ? Katamu aku hanya perlu merasakan. Maka inilah yang aku rasakan. Kamu... hangat”


          Senyum pemuda itu mengembang. Di bawah rintikan hujan, Ia membalas memeluk tubuh kecil yang berada di dekapannya. Iya merasa setelah ini semua akan lebih baik. Memang semua butuh waktu. Yang kini mereka butuhkan hanyalah merasakan satu sama lain. Rasakan semua kasih atau pedih, amarah atau asmara, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan pemuda itu yakin, ia dan gadisnya tinggal menunggu waktu yang tepat untuk kembali bahagia seperti yang dulu mereka rasakan.


 -FIN-

Rabu, 16 Oktober 2013

Di Balik Hujan (Part : 2)

        Kemacetan sebagai tanda suatu kota metropolitan memang sudah biasa terjadi. Di tambah pada jam-jam krusial seperti ini. Makan siang. Perut orang-orang yang bekerja di gedung-gedung tinggi pencakar langit itu pasti minta segera diisi. Dan disinilah sang pemuda itu berada, di tengah-tengah keramaian lalu lalang kendaraan. Untung saja mobilnya tidak semacam mobil Carry yang jika terkena cahaya matahari Jakarta penghuni di dalamnya bissa matang seketika. Dia bersyukur dengan adanya mobil hasil kerja kerasnya selama ini, tapi ia juga membenci mobil ini karena telah membuat kekasih hatinya sekarang tidak seperti dulu lagi.

          Kejadian itu sudah 4 bulan yang lalu, kondisi gadis mungilnya pun telah membaik dan sudah diperbolehkan pulang kerumahnya. Namun tetap saja, dengan kondisinya yang seperti itu, ia belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Pemuda itu melirik jam di tangannya, pukul 13.23. Jam makan siang kantor seharusnya sudah lewat. Ia menarik nafas panjang, hari ini jadwal gadis mungilnya cek up ke rumah sakit dan ia harus mengantarkannya. Bukan permintaan gadis itu pastinya, tapi bukankah ia harus ikut bertanggung jawab dengan apa yang sedang dialami gadis itu ?

          Ah.. pemuda itu sudah tidak sabar lagi terjebak di lingkaran setan ini. Dengan sigap ia membanting stir melewati jalan-jalan tikus andalannya jika terjebak macet seperti ini. 30 menit kemudian ia sampai di rumah bercat biru muda lengkap dengan taman kecil yang dipenuhi bunga melati di depannya. Gadisku sangat suka melati. ‘Apa dia masih munyakainya sekarang ?‘ terka nya dalam hati.

Minggu, 13 Oktober 2013

Di Balik Hujan (Part : 1)

“Hujan.”
“Iya, apa kamu ingat sesuatu ?”
“Sesuatu ?”
“Iya, tentang hujan.”
“Hujan ?”
“Iya, apa yang kamu ingat tentang hujan ?”

Wajah mungil itu menunduk dan bersungut, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang terlontar dari pemuda di sebelahnya.

“Yang aku ingat, hujan itu dingin.”
“Lalu ?”
“Basah, gelap tapi menyejukan.”

          Bibir tipis itu melengkung indah. Pemuda yang sedari tadi menemani gadis itu pun ikut tersenyum melihatnya.

“Ada lagi yang kamu ingat ?”
“Hmm... Tidak. Tapi sepertinya banyak cerita tentang ku di balik hujan.”
“Benar. Kamu sangat menyukai hujan, setiap hujan turun kamu pasti dengan riang bermain di bawah rintiknya. Bahkan saat deras pun kamu tidak pernah memakai payung, ‘hujan itu anugrah, aku ingin merasakan keutuhan anugrah yang dibawa hujan’ itu katamu.”
“Benarkah ?”
“Iya benar. Apa kamu ingat pertama kali kita bertemu ? saat itu aku melihatmu di taman sendirian diguyur hujan yang deras. Ku kira kamu butuh bantuan seseorang karena tidak bisa pulang. Tapi ternyata itu kebiasaan mu saat hujan.”
“Sampai seperti itu ?”
“Iya.”

Pemuda itu menarik bangku dan mulai bercerita tentang kisah mereka dahulu. Gadis itu pun mendengarkan dengan wajah tanpa ekspresi. Dia begitu antusias dengan kisah yang di ceritakan pemuda itu, tetapi tak ada satupun yang berhasil ia gambarkan di wajah mungilnya. Pemuda itu pun tidak kalah antusias menceritakan berbagai pengalaman mereka di balik hujan. Mulai dari awal pertemuan pertama mereka dan pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya hingga mereka menjadi satu.

Minat dan Bakat ?

            


          Hai kawan.. kali ini gue akan memposting hal-hal yang simple aja. Karena gue perhatiin dari beberapa waktu yang lalu, gue selalu mem-posting hal-hal yang sedikit serius. Lama-lama jadi kayak gimana gitu , hehehe. Oke sekarang kita membahas yang santai-santai saja dulu. Lebih tepatnya kali ini gue akan sedikit curhat. (engieng)

            Jadi begini kawan, beberapa hari yang lalu ada temen gue yang ngomong ke gue, lebih tepatnya nanya sih, kira-kira seperti ini :

“Eh fan, kamu enak ya bisa segala macem pelajaran. Hitung-hitungan, hafalan, olahraga, musik. Gimana sih cara nya bisa di semua bidang itu ?”

Gue yang mendapat pertanyaan semacam itu tentu saja diem. Ini pertama kali nya ada yang ngomong kayak gitu, karena sebelumnya gue sendiri bingung sebenernya bakat minat gue tuh dimana, eh tiba-tiba ada yang berkomentar seperti itu. Di lain sisi gue seneng, ternyata ada orang lain yang bisa melihat bakat gue tapi gue juga bingung karena belum nemuin yang pasti.

Oke, menjawab pertanyaan dari temen gue tadi gue cuma bisa jawab 1 kata. “Entahlah” . Ya, mau jawab apa lagi coba, orang yang di tanya juga bingung. Hehehe. Yang pasti sih kalo gue dihadapin sama persoalan semacam pelajaran kayak gitu, gue bakal berjuang dan fokus untuk menguasai pelajaran yang gue hadapin. Selalu begitu. Dampak negatifnya adalah, gue gak pernah bisa fokus dengan hal yang lain di luar yang lagi gue perdalam. Contohnya gini dulu gue di SMP suka banget sama IPS atau Ilmu Sosial, setiap ada mapel IPS dengan semangat gue ngikutin itu pelajaran sampe selalu pengen maju ke depan kelas kalo ada pertanyaan atau apa. Tapi di lain sisi gue jadi gak fokus sama mapel yang lainnya kayak Matematika. Dan hasilnya sudah diketahui, nilai di antara kedua nya jomplang sekali, sampai dulu punya niatan masuk ke IPS aja.

Jumat, 04 Oktober 2013

Menunggumu di lautan senja

Melukiskanmu saat senja
Memanggil namamu ke ujung dunia
Tiada yang menjawabku
Selain ombak yang berderu
Tiada yang lebih pilu
Selain suara hatiku

Jingga di bahumu
Malam di depanmu
Dan bulan siaga sinari langkahmu
Teruslah berjalan
Teruslah melangkah
Ku tahu engkau tahu
Aku ada

Di pantai itu kau tampak sendiri
Tak ada jejaku disisimu
Namun kau dapat rasakan
Akulah lautan
Kemana kau selalu pulang
Akulah lautan
Memeluk pantaimu penuh kehangatan

Memandangimu saat senja
Berjalan di batas dua dunia
Tiada yang lebih sendu
Tiada yang lebih rindu
Selain hatiku
Andai engkau tahu

Inspirasi puisi : Aku Tahu - Dee


Yang Terlupakan

Aku bukanlah pohon
Dengan batang yang kuat bertahan
Aku bukanlah pohon
Yang angin dan hewan pun segan
Aku bukanlah pohon
Yang diamnya dapat menyejukan

Mungkin aku hanyalah daun
Yang setiap waktu dapat melayang terbang
Kemudian terlupakan
Mungkin aku hanyalah ranting
Yang tersudut oleh angin yang datang
Tak kuat bertahan

Atau mungkin aku seperti hujan ?
Yang terhimpit oleh awan
Yang gemetar oleh gelegar
Yang jatuh tanpa penahan
Yang hadir tanpa kawan

Tapi, bolehkah sekali saja aku menjadi bunga ?
Yang setiasa bermekaran
Merasa di hargai merasa di banggakan
Bila tidak, tak apa aku menjadi dahan
Walau tak di pandang namun tetap kuat bertahan

Jikalau tuhan tidak mengizinkan
Aku tidak akan melipatkan tangan
Karena aku yakin tuhan
Maha mendengar apa yang hambanya ucapkan



Rabu, 02 Oktober 2013

Hadirnya Pelangi

Aku percaya pelangi kan hadir
Walaupun tanpa rintik yang bergulir
Bukankah itu sesuatu yang mustahil ?
Ah, itu hanya perkataan orang yang tak percaya takdir

Pelangi akan datang, aku percaya itu
Dengan atau tanpa rintik yang mengguyur
Bukankah itu perkataan ngawur ?
Ah, itu hanya perkataan orang yang melantur

Rintik dan Pelangi
Aku yakin mereka diciptakan sehati
Bukankah mereka hadir sendiri-sendiri ?
Ah, itu hanya perkataan orang yang iri



Pantun Nasehat "Jangan Pacaran"

                                                                
Si mamat menggiring sapi
Berhati-hati menghindari duri
Masa muda masa yang berapi-api
Tetap jaga hati dan jagalah diri

Di Bogor naik kuda
Di Arab naik onta
Kami memang anak muda
Tapi tak selalu memikirkan cinta

Sore-sore makan kacang
Kacangnya jatuh terlindas ban
Saat muda hanya bersenang-senang
Sudah tua akan menanggung beban

Riuh rendah jangkrik bersuara
Tiada satu terlihat mata
Ingatlah hidup hanya sementara
Jangan terlena karena cinta

Jalan-jalan ke pantai kuta
Tempat kenangan dahulu kala
Daripada terlena oleh cinta
Lebih baik perbanyak pahala

Anak kecil mandi di pancuran
Anak kecilnya sangat tampan
Buat apa pacaran
Lebih baik menata masa depan

Favorite Part CINTA. (baca : cinta dengan titik)

“My favorite part is the dew,
while yours is the sunrise.
Days left for us, only a few.
 It’s not forever, but still nice”

“My favorite part is the leaf,
while yours is the flower.
I never want to leave,
but it’s also hard to get us together”

“My favorite part is the lyric,
while yours is the music.
The distance makes me sick,
But there’s no option I can pick”

“My favorite part is the sea,
while yours is the mountain.
I’ll never set you free,
I’m afraid you won’t come back again”

“My favorite part is the blue sky,
while yours is the white cloud.
When you say goodbye,
My heart’s screaming out loud”

“My favorite part is the moon,
while yours is the dark sky.
Please come back soon,
Before I say goodbye”

“My favorite part is the dust,
while yours is the solid ground.
I gave you all my trust,
But you just left me wound”

CINTA. (baca : cinta dengan titik) hal 164-165 

novel by : @benzbara_

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | Free Website Templates