“Hujan.”
“Iya,
apa kamu ingat sesuatu ?”
“Sesuatu
?”
“Iya,
tentang hujan.”
“Hujan
?”
“Iya,
apa yang kamu ingat tentang hujan ?”
Wajah
mungil itu menunduk dan bersungut, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang
terlontar dari pemuda di sebelahnya.
“Yang
aku ingat, hujan itu dingin.”
“Lalu
?”
“Basah,
gelap tapi menyejukan.”
Bibir tipis itu melengkung indah.
Pemuda yang sedari tadi menemani gadis itu pun ikut tersenyum melihatnya.
“Ada
lagi yang kamu ingat ?”
“Hmm...
Tidak. Tapi sepertinya banyak cerita tentang ku di balik hujan.”
“Benar.
Kamu sangat menyukai hujan, setiap hujan turun kamu pasti dengan riang bermain
di bawah rintiknya. Bahkan saat deras pun kamu tidak pernah memakai payung,
‘hujan itu anugrah, aku ingin merasakan keutuhan anugrah yang dibawa hujan’ itu
katamu.”
“Benarkah
?”
“Iya
benar. Apa kamu ingat pertama kali kita bertemu ? saat itu aku melihatmu di
taman sendirian diguyur hujan yang deras. Ku kira kamu butuh bantuan seseorang
karena tidak bisa pulang. Tapi ternyata itu kebiasaan mu saat hujan.”
“Sampai
seperti itu ?”
“Iya.”
Pemuda
itu menarik bangku dan mulai bercerita tentang kisah mereka dahulu. Gadis itu
pun mendengarkan dengan wajah tanpa ekspresi. Dia begitu antusias dengan kisah
yang di ceritakan pemuda itu, tetapi tak ada satupun yang berhasil ia gambarkan
di wajah mungilnya. Pemuda itu pun tidak kalah antusias menceritakan berbagai
pengalaman mereka di balik hujan. Mulai dari awal pertemuan pertama mereka dan
pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya hingga mereka menjadi satu.
“Benarkah
sampai seperti itu ? aku tidak ingat.”
“Kamu
tidak perlu mengingatnya, cukup merasakannya.”
Pemuda itu merengkuh pundak gadis di
hadapannya yang kini kembali merenung. Ia mengikuti pandangan sang gadis di
balik jendela. Hujan masih dengan setianya membasahi bangku taman yang berada
di samping gedung berwarna serba putih ini. Sudah 2 bulan hanya ini yang bisa
di lakukan gadis itu. Duduk, memandangi pemandangan yang terbatas di balik
jendela.
“Bolehkah
aku bertanya ?”
“Silahkan
saja.”
“Apa
aku pernah mengalami suatu kejadian buruk saat sedang hujan ? karena setiap aku
teringat gelapnya hujan, aku selalu merasa ada sesuatu yang terjadi pada
diriku. Sesuatu yang tidak menyenangkan.”
Senyum pemuda itu pun menghilang,
matanya menunjukan bahwa ia juga tidak mungkin bisa melupakan kejadian itu. Saat
itu mendekati tengah malam, hujan deras mengguyur Jakarta. Mereka sedang dalam
perjalanan menuju rumah sang gadis.
‘Kamu
kenapa ? mengantuk ? aku kan sudah bilang jangan menjemput.’
‘Malam-malam
seperti ini kamu pulang sendiri ? sedang hujan deras lagi.’
‘Tapi
kan kamu baru pulang dari Makasar. Kamu pasti masih capek, jangan memaksakan
diri.’
‘Tidak,
aku tidak kenapa-kenapa ko. Kamu tenang saja.’
Beberapa menit berlalu, mata pemuda
itu semakin berat. Tanpa sadar ia memejamkan mata untuk waktu yang tidak bisa
di bilang cepat. Ia sadar ketika suara kelakson truk dan jeritan seorang
perempuan memekakan telinganya. Namun semuanya tidak bisa di hindari lagi, dan
akhirnya di sinilah sang gadis itu berada. Pemuda itu belum bisa memaafkan
dirinya sendiri. Iya, semua memang kesalahan dia, gara-gara dia gadis yang
dicintainya itu tidak dapat mengingat apa-apa.
“Kamu
kenapa ? Kamu terlihat sedih.”
“Tidak
, aku hanya...”
“Maaf
membuatmu sedih.”
“Ini
bukan salahmu, jangan meminta maaf seperti itu.”
****
****
0 komentar:
Posting Komentar