Minggu, 13 Oktober 2013

Di Balik Hujan (Part : 1)

“Hujan.”
“Iya, apa kamu ingat sesuatu ?”
“Sesuatu ?”
“Iya, tentang hujan.”
“Hujan ?”
“Iya, apa yang kamu ingat tentang hujan ?”

Wajah mungil itu menunduk dan bersungut, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang terlontar dari pemuda di sebelahnya.

“Yang aku ingat, hujan itu dingin.”
“Lalu ?”
“Basah, gelap tapi menyejukan.”

          Bibir tipis itu melengkung indah. Pemuda yang sedari tadi menemani gadis itu pun ikut tersenyum melihatnya.

“Ada lagi yang kamu ingat ?”
“Hmm... Tidak. Tapi sepertinya banyak cerita tentang ku di balik hujan.”
“Benar. Kamu sangat menyukai hujan, setiap hujan turun kamu pasti dengan riang bermain di bawah rintiknya. Bahkan saat deras pun kamu tidak pernah memakai payung, ‘hujan itu anugrah, aku ingin merasakan keutuhan anugrah yang dibawa hujan’ itu katamu.”
“Benarkah ?”
“Iya benar. Apa kamu ingat pertama kali kita bertemu ? saat itu aku melihatmu di taman sendirian diguyur hujan yang deras. Ku kira kamu butuh bantuan seseorang karena tidak bisa pulang. Tapi ternyata itu kebiasaan mu saat hujan.”
“Sampai seperti itu ?”
“Iya.”

Pemuda itu menarik bangku dan mulai bercerita tentang kisah mereka dahulu. Gadis itu pun mendengarkan dengan wajah tanpa ekspresi. Dia begitu antusias dengan kisah yang di ceritakan pemuda itu, tetapi tak ada satupun yang berhasil ia gambarkan di wajah mungilnya. Pemuda itu pun tidak kalah antusias menceritakan berbagai pengalaman mereka di balik hujan. Mulai dari awal pertemuan pertama mereka dan pertemuan-pertemuan mereka selanjutnya hingga mereka menjadi satu.

“Benarkah sampai seperti itu ? aku tidak ingat.”
“Kamu tidak perlu mengingatnya, cukup merasakannya.”

          Pemuda itu merengkuh pundak gadis di hadapannya yang kini kembali merenung. Ia mengikuti pandangan sang gadis di balik jendela. Hujan masih dengan setianya membasahi bangku taman yang berada di samping gedung berwarna serba putih ini. Sudah 2 bulan hanya ini yang bisa di lakukan gadis itu. Duduk, memandangi pemandangan yang terbatas di balik jendela.

“Bolehkah aku bertanya ?”
“Silahkan saja.”
“Apa aku pernah mengalami suatu kejadian buruk saat sedang hujan ? karena setiap aku teringat gelapnya hujan, aku selalu merasa ada sesuatu yang terjadi pada diriku. Sesuatu yang tidak menyenangkan.”

          Senyum pemuda itu pun menghilang, matanya menunjukan bahwa ia juga tidak mungkin bisa melupakan kejadian itu. Saat itu mendekati tengah malam, hujan deras mengguyur Jakarta. Mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah sang gadis.

‘Kamu kenapa ? mengantuk ? aku kan sudah bilang jangan menjemput.’
‘Malam-malam seperti ini kamu pulang sendiri ? sedang hujan deras lagi.’
‘Tapi kan kamu baru pulang dari Makasar. Kamu pasti masih capek, jangan memaksakan diri.’
‘Tidak, aku tidak kenapa-kenapa ko. Kamu tenang saja.’

          Beberapa menit berlalu, mata pemuda itu semakin berat. Tanpa sadar ia memejamkan mata untuk waktu yang tidak bisa di bilang cepat. Ia sadar ketika suara kelakson truk dan jeritan seorang perempuan memekakan telinganya. Namun semuanya tidak bisa di hindari lagi, dan akhirnya di sinilah sang gadis itu berada. Pemuda itu belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Iya, semua memang kesalahan dia, gara-gara dia gadis yang dicintainya itu tidak dapat mengingat apa-apa.

“Kamu kenapa ? Kamu terlihat sedih.”
“Tidak , aku hanya...”
“Maaf membuatmu sedih.”
“Ini bukan salahmu, jangan meminta maaf seperti itu.”

                                                              ****



                                                                

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design Downloaded from Free Blogger Templates | Free Website Templates